Kamu dan senja (2)

June 27, 2017 Nisa 0 Comments

Senja menjelang malam. Di punggung bukit ini mentari bersandar. Bias cahayanya lembut mewarnai langit barat. Sadar atau tidak sadar bias cahaya itu telah mengubah wajah bukit sandaran matahari ini jadi sebuah fenomena: tentang perubahan sebuah lukisan realis yang tanpa ada satu garis pun melenceng, menjadi sebuah siluet bukit dengan jejeran nyiur berlatar langit senja kemerah-merahan. Indah. Senja, Aku suka senja hangat dan menenangkan.

Umi membuyarkan lamunanku, ia memanggil namaku. Dengan langkah tergesa-gesa aku berlari menuju umi. Kami bergegas agar tak kesiangan.
Hari ini, Aku akan menjalani kehidupan baru di kampusku yang baru. Umi-ku memang selalu berpindah-pindah tempat kerja, pada akhirnya aku harus mengikuti umiku. Aku memang anak tunggal, tanpa adik dan tanpa kakak. Umi pun adalah tulang punggung keluarga. Abi ku meninggal ketika aku masih smp, itu menyebabkan umi harus bekerja dengan ekstra.
Mobilku  melaju membelah jalanan di Kota Bandung. Gedung-gedung pencakar langit tertata sangat rapi, kota Bandung yang memang tak seasri dulu namun tetap indah. Sesaat kemudian aku sampai di Kampus baruku. Aku berjalan menyusuri koridor kampus.

*Brakkk*

"Awww" Rintihku
"Eh maaf-maaf. Lo gapapa? " Ucap seorang pria berambut pirang itu
"Gapapa apanya, sakit kali" Omelku
"Iya-iya maaf sih. Udah ya gue buru-buru nih" Ucapnya dengan wajah tanpa dosa
Akupun segera mengambil tasku yang terjatuh.
"Sialan... "
"Heyy... Lo, iya lo" Teriaknya, reflek akupun menoleh ke arahnya
"Gue? " Ucapku
"Iyaa lo" Jawabnya sembari berjalan mendekatiku
"Nama lo siapa? " Lanjutnya
"Gue Zara annisa. Lo? "
"Gue Dinda ainun. Salam kenal ya ra"
"Hmm,  Juga din"
"Eh btw, lo pindahan ya? Dari mana? " Tanya nya
"Gue dari Jakarta Din" Jawabku
"Lo kan belum tau nih Kampus ini, Lo juga belum tau daerah sini. Kalo mau kemana-mana hubungi gue aja ya"
"Oke Din."
Singkat cerita, karena aku sudah tidak ada mata pelajaran akupun memutuskan untuk pulang.
Naluri wanita akupun muncul, Aku berkaca di salah satu di spion motor berwarna merah.
"Heh, ngapain lo" Teriak seseorang dengan suara yang tak asing. Akupun menoleh ke arah asal suara
"Eh lo yang tadi nabrak gue ya, mau ngapain lo? Minta maaf? Udah gue maafin" Ucapku dengan senyum licik
"Eh curut, lo ngapain ngaca di motor gue"
"Oh, motor lo? Yaudahsih gue kan cuman numpang. Pelit amat lo. Gue punya nama gausah manggil curut kali"
"Numpang? Lo kira motor gue motor apaan"
"Yaudah deh maaf. Gue mau pulang, Bhay" Ucapku sembari meninggalkan pria berambut pirang dan bertubuh tinggi itu
"Sialan lo curut"
Akupun berlari menuju ke arah gerbang utama. Tiba-tiba smartphone-ku berbunyi
Muncul nama "Umi" dilayar smartphone-ku
"Assalamualaikum. Zara? " Ucap suara diseberang sana
"Waalaikumsalam. Kenapa mi? "
"Umi gabisa jemput kamu. Kamu pulang sendiri ya. Maafin umi. Bhay sayang"
"Lah dimatiin" Ucapku
Dengan terpaksa, akupun mencari angkot.
"Heh curut" Teriak si pria berambut pirang
"Ape lo? "
"Katanya mau pulang. Bohong mulu lo"
"Umi gue gajemput"
"Mau gue anterin? "
"Hah? Anterin? Lo pasti mau nyulik gue kan? Terus nanti lo mutilasi gue ? " Ucapku
"Apaan sih lo ah, kebanyakan makan micin ya. Udah ayo" Ucapnya menarik tanganku
"Gausah pegang-pegang" Ucapku sembari naik ke motor si pria berambut pirang itu
Motor si pria itupun melaju kencang
"Rumah gue di jalan... " Belum sempat kulanjutkan ucapanku, ia memotong pembicaraanku
"Lo harus anter gue dulu" Ucapnya
"Hah? Kemana? Ini udah sore gila lo. Tuhkan bener lo mau nyulik gue, jangan dong gue belum kawin" Ucapku panik
Ia tak menjawab, namun mempercepat laju motornya.
Setelah beberapa menit, iapun menghentikan motornya ditempat yang sangat asing, namun indah.
"Ikut gue" Ucapnya menarik tanganku
"Jangan pegang-pegang" Ucapku melepaskan genggamannya
Kitapun berjalan menyusuri hutan-hutan yang tak terlalu banyak ditumbuhi pepohonan
"Gila lo. Mau kemana kita? " Tanyaku
Ia tak menjawab
"Nah. Sampai" Ucapnya
"Wahh keren... " Ucapku takjub melihat pemandangan Kota Bandung dari atas sini
"Tiap sore, Gue suka nunggu senja datang disini. Gue suka senja" Ucapnya lembut
"Lo suka senja? " Tanyaku
"Sangat suka"
"Gue juga... Akhirnya.... "
"Kenapa lo? " Tanyanya
"Rasanya susah nemuin orang yang suka senja" Jawabku
"Lo suka senja juga curut? "
"Gue punya nama! " Ucapku
"Oh oke. Siapa nama lo? "
"Gue Zara."
"Gue Aditya. Panggil aja Adit"
"Gue gananya" Ucapku sinis
"Gue ngasih tau"
"Gue gamau tau"
"Terserah" Ucapnya memalingkan muka
Hari mulai gelap, senja datang bersama sore yang hangat. Indah sekali. Rasanya tenang dan damai saat bisa melihat senja sedekat ini
"Aku pernah memimpikannya, tapi melihatnya sedekat ini selalu memberikan kebahagiaan tersendiri" Ucapku pelan.
"Gausah aku-akuan, geli gue dengernya" Ucapnya menyentuh pelan ubun-ubun kepalaku yang dilapisi hijab.
"Pulang yu... Senja nya udahan"
"Ayo" Ucapnya beranjak meninggalkan tempat itu
Rasanya menyenangkan sekali.
"Udah nih nyampe. Turun kali, nyaman banget lo" Ucapnya
"Oh udah nyampe. Ayo masuk dulu" Ucapku
"Boleh"
"Mii.. " Teriakku dari depan pintu
"Ara.. Kamu baru pulang? Umi khawatir nak" Ucapnya berlari kearahku
"Zara dianterin Adit mi. Nih kenalin"
"Tante.. " Ucapnya tersenyum
"Oh iya, makasih ya nak. Ayo masuk dulu" Ucap umi mempersilahkan
"Gausah tante, Adit langsung pulang aja"
"Oh yaudah hati-hati ya nak"
"Hati-hati Dit" Ucapku melambaikan tangan
"Ayo masuk nak"
Akupun menutup pintu bersamaan dengan menjauhnya suara motor Adit.
                                    ****
"Ara... " Teriak seseorang dari ujung Koridor
"Apa Dit? Lo kemarin sampe rumah malem ya?" Ucapku
"Ya lumayan lah. Oiya, gue minta nomor lo dong"
"Buat apa? Lo mau neror gue ya? "
"Hushh ah dosa suudzan mulu"
"Becanda kok. Nih" Ucapku menyerahkan Smartphone-ku
"Okey. Anterin gue ke perpus yuk" Ajaknya
"Ayo"
Akupun berjalan seiringan dengan Adit. Sepanjang jalan, Orang-orang disekeliling melihat kearahku
"Kenapa sih Dit? "
"Nggak kok. Udah gausah diliatin balik"
"Zaraaaa..... " Ujar Dinda berteriak
"Eh Dinda. Kenapa Din? " Ucapku
"Ra bentar gue mau ngomong. Eh Adit, Sebentar ya" Ucapnya menarik tanganku
"Bentar Dit" Ucapku
Adit hanya mengangguk pelan
"Apa Din? "
"Zara. Lo kok bisa sama Adit? "
"Lah masalahnya dimana? "
"Diatuh the most popular boys dikampus kita ra" Ucapnya
"Oh ya? Terus? "
"Lo hati-hati deh, apalagi sama si Riany. Diatuh suka banget sama Adit. Dia bakal ngelukain orang-orang yang coba ngerebut Adit dari dia" Jelasnya
"Hmmm Okey" Ucapku singkat
"Hati-hati lo. Kalo ada apa-apa bilang ke gue" Ujar Dinda meninggalkanku
"Ada apa Ra? " Tanya Adit
"Engga Dit. Ayo"
                                     ****
1 Minggu berlalu, selama 1 Minggu pun aku mempunyai rutinitas baru ; Menikmati senja bersama Adit.
Rasanya nyaman, perasaanku yang awalnya biasa saja seiring berjalannya waktu perasaanku berubah karena perhatian-perhatian kecil darinya.
Aku memang mempunyai trauma berat dalam hal asmara. Sehingga sulit rasanya membuka hati untuk orang baru. Adit adalah orang yang berbeda.
Dia dan senja
Keduanya adalah kebahagiaan terbesarku

"Heh..  Lo" Ucap seseorang yang sama sekali tak kukenal
"Gue?" Ucapku menunjuk diriku sendiri
"Iya lo. Zara kan? Gue Riany" Ujarnya memperkenalkan diri tanpa diminta
"Oh, Ada urusan apa? " Tanyaku cuek
"Lo ada hubungan apa sama Adit? " Ucapnya mencengkram bahuku
"Sakit. Lepasin. Gue gaada apa-apa sama Adit. Dia cuma temen gue. Salah? " Ucapku, menepis lengannya
"Dasar pendusta! Gue tau lo sering jalan sama Adit, semua orang tau lo selalu bareng Adit. Lo jauhin Adit! Dia milik gue! Camkan! " Ucapnya mendorong tubuhku
"Denger ya Riany, Adit bukan milik lo. Dia milik dirinya sendiri." Ucapku beranjak pergi meninggalkan ia

"Ara... "
"Apa dit? "
"Riany ngapain lo? Lo tadi disamperin Riany kan? " Tanyanya dengan nada khawatir
"Gapapa dit, udahlah"
"Yaudah ayo pulang"
"Kita gak ke bukit dit? "
"Iya maksud gue ke bukit, abis itu pulang"
"Oke"
Seperti sore-sore biasanya aku dan Adit pergi ke bukit untuk menikmati senja.
Momen yang selalu kutunggu, menikmati senja bersamanya.
"Ra... Kenapa lo suka senja? "
"Gue rasa kebahagiaan gue ada disana. Lo kenapa dit? "
"Senja itu kuat dan selalu menghangatkan, padahal kenyataannya ia rapuh dan perasa" Ucapnya pelan
"Oh ya? "
"Iya ra.. Lo harus kayak senja ya"
Aku hanya membalas dengan senyuman yang dibalas dengan elusan lembut tangan Adit di ubun-ubun kepalaku.
                                     ****
Sejak pagi, aku tak melihat Dinda. Akhirnya akupun berjalan sendirian menyusuri koridor.
Tiba-tiba ada yang mencengkram tanganku dan menarikku ke toilet wanita
"Riany? Mau apa lo? " Ucapku terkejut
"Denger ya. Gue udah peringatin lo buat jauhin Adit. Kenapa lo tetep deketin dia? "
"Riany, Itu hak gue. Lo gapunya hak apapun buat ngelarang gue. Lo bukan siapa-siapa"
*Plakk*
Riany menampar pipiku dengan keras sehingga pipiku memerah
"Apaan sih lo" Ucapku dengan nada naik satu oktaf
"Gue akan lukain siapapun yang nyoba rebut Adit dari gue! " Ucapnya sembari mengeluarkan silet dari tasnya.
"Mau apa lo? " Ucapku menjauh darinya.  Ia hanya membalas dengan senyuman licik dan akhirnya ia menyayat lengan kananku dengan silet yang tadi ia keluarkan
"Jauhin Adit! " Ucapnya bergegas pergi meninggalkanku
Darah bercucuran deras dan jatuh ke lantai toilet, dengan sigap aku mengambil tisu dari tasku dan berlari menuju UKS
"Araa... Lo kenapa? " Teriak Adit
"Gapapa..." Ucapku
Dengan sigap Adit menuntunku menuju UKS.
Sesampainya di UKS, Adit mencari betadine dan perban
"Ra lo kenapa? Lo diapa-apain sama Riany ya? "
Aku hanya mengangguk lemas
"Gue gak bisa biarin dia gini terus"
"Udah dit udah. Gue gapapa"
"Lo gila ya? Tangan lo berdarah, Pipi lo merah. Lo masih bilang gapapa? Dasar cewek" Ucapnya menggelengkan kepala
"Apasih lo ah" Ucapku tertawa sembari memukul lengannya
"Nah gitu dong. Lo kan harus kuat kayak senja"
"Terserah lo deh dit" Ucapku sambil mengacak-ngacak rambutnya

*Adit POV*
Entah rasa apa ini. Tapi, gue rasa gue nyaman. Ara, akhir-akhir ini selalu jadi alasan gue bahagia.
"Bundaa... Adit pulang"
"Hei.. Sini sayang bunda mau ngomong"
"Iya bun. Kenapa? "
"Riany cerita kamu lagi deket sama cewek ya? Bunda mohon jangan deketin cewek selain Riany. Keinginan bunda adalah perintah untuk kamu" Ucap bunda
"Terserah bun. Aku udah besar, udah bisa memilih mana yang benar dan salah. Tolong hargai pilihanku"
Itulah bunda. Ia tak tau sepicik apa Riany. Dulu, aku memang sempat berhubungan dengannya namun ia memang tak sebaik yang kukira. Ia selalu memaksaku untuk mengikuti perintahnya. Aku muak.
Zara. Hanyalah Zara pilihanku.

*Zara POV*

*Drrttt*
Handphone-ku berbunyi. Nama Adit muncul dilayar handphone-ku
"Assalamualaikum. Kenapa dit? "
"Waalaikumsalam. Besok gue jemput ya"
"Lah ngapain lu? "
"Gamau liat senja lu? Yaudah"
"Lah gue lupa. Yaudah jemput ya, jangan ketauan Riany nanti gue dijahatin lagi hahah"
"Iya Zara. Selamat malam"
"Selamat malam, dit"
                                     ****
"Zaraa. Ada Adit"
"Iya umi"
Salah satu kebiasaan Adit adalah 'ngaret'
"Lama amat sih dit yaelah" Ucapku
"Iya maaf. Ayo berangkat keburu sore dijalan"
"Umi, Ara sama Adit berangkat.  Assalamualaikum "
"Iya hati-hati ya" Ucap umi melambaikan tangan
"Zara pegangan" Ucap Adit
"Najis dah"
"Hush gak boleh berbicara seperti itu Ara"
"Iyee iyee"
Singkat cerita, kamipun sampai di bukit tempat kami melihat senja
"Ra.. Sambil nunggu senja gue mau ngomong"
"Apa? "
"Lo pernah gak sih ngerasain saat lo bangun tidur tiba-tiba selalu terlintas bayangan wajah seseorang. Apa itu artinya lo cinta sama orang itu? "
"Entahlah. Kenapa lo nanya gitu dah? "
"Gue sering ngalamin itu akhir-akhir ini"
"Siapa? "
"Gue lah"
"Maksud gue siapa ceweknya? "
"Kepo lo kayak dora"
"Serius dit"
Iapun terdiam sejenak
"Lo,Zara" Ucapnya menatapku
"Hah? Apaansih lo ah gak lucu"
"Ra. Gue serius"
Aku hanya membalas dengan meliriknya
"Dit" Ucapku pelan
"Kalo gue sayang lo gimana? " Lanjutku
"Ra."
"Kalo gue sayang lo juga gimana? " Ucapnya tersenyum
"Kalau kita memang ditakdirkan untuk bersama, pasti akan ada jalan dit"
Adit hanya tersenyum
Senja.
Sungguh ku berterimakasih kepada senja yang telah memberikan kehangatan dan kenyamanan seperti saat ku didekat Adit.
"Zara. Kalau suatu saat lo kangen sama gue dan posisi gue lagi jauh dari lo. Lo cukup liat senja, karena meskipun kita ada ditempat yang berbeda kita bakalan ngerasa deket karena ngeliatin sesuatu yang sama"
"Iya dit" Ucapku tersenyum
                                  *****
Saat itulah saat terakhir aku bertemu dengannya, semenjak itu ia tak pernah ada di kampus, ia tak pernah mengabariku.
2 Minggu berlalu. Bahkan aku tak tau bagaimana keadaan Adit sekarang.
Tiba-tiba lamunanku dibuyarkan oleh umi yang memanggilku dari bawah.
"Zara. Ada Dinda nih"
"Suruh kekamar aja mi"

*Tokk Tokk Tokk*

"Masuk din"
"Ra" ucapnya membuka pintu dengan wajah risau
"Sini duduk. Kenapa lo? "
"Ra"
"Kenapa sih din"
"Nih" Ia menyodorkan sebuah undangan pernikahan berwarna merah muda dengan pita ungu
"Baca" Ucapnya masih dengan wajah risau
Akupun melihat undangan itu, alangkah terkejutnya aku saat melihat nama
"Aditya & Riany"
Dihalaman depan undangan itu
"Adit? " Ucapku lemas. Air mata mengalir deras membasahi pipiku. Bahkan untuk mengeluarkan kata-katapun rasanya sangat sulit.
"Zara. Lo baik-baik aja kan? " Ucap Dinda
"Iya din"
"Acaranya besok ra, lo gausah datang ya"
"Gue pasti bakalan datang din"
"Lo kuat ra? "
"Adit selalu bilang gue harus jadi cewek sekuat dan sehangat senja. Mungkin maksud dia, gue mesti kuat bila pada akhirnya Adit bakalan pergi dari kehidupan gue" Ucapku lemas
"Oke. Lo harus selalu bareng gue ya" Ucapnya
"Iya din"
Malam itu,
Menjadi malam neraka bagiku
Adit menikah dengan Riany
Ironisnya, aku tetap mencintainya
Ironisnya, aku tetap mengharapkannya
Dia datang membawa sejuta kebahagiaan yang tak dapat kudeskripsikan
Ia memberiku banyak harap
Banyak harap yang ternyata--semu.

#Esoknya

Hari ini, hari indah bagi Adit dan Riany. Namun, hari buruk bagiku dan hatiku. Dengan langkah gontai aku menuju gerbang depan rumahku karena Dinda sudah menunggu cukup lama. Entah apa yang terjadi nanti, aku hanya bisa meyakinkan diriku bahwa aku akan baik-baik saja.
Perlahan, aku dan Dinda memasuki gedung tempat Adit dan Riany melangsungkan pernikahan.
Mataku dengan sigap mencari dimana keberadaan Adit.
Deg....
Mataku bertemu dengan mata Adit, ia terkejut begitupun aku. Aku hanya tersenyum pahit seolah berkata "Aku baik-baik saja" . Terlihat Riany memakai gaun ungu,begitu anggun. Sungguh, rasanya sangat menyakitkan. Aku tak kuat, aku berlari ke luar yang kemudian disusul oleh Dinda.
"Din kita pulang ya" Ucapku pelan
"Iya ra" Ucapnya
Mobil Dinda nih melaju meninggalkan gedung tempat Adit dan Riany melangsungkan perninkahan.
"Hmm.. Ra? Gue ada ini buat lo" Ucapnya menyerahkan sepucuk surat berwarna orange
"Dari siapa? " Ucapku
"Adit. Dia ngasihin ini 2 Minggu yang lalu. Dia bilang gue harus kasih ini ke lo saat dia lagi ngelangsungin pernikahan sama Riany"
"Oke" Balasku singkat. Aku membuka surat beramplop orange itu.

Hai,
Zara annisa
Si perempuan sekuat senja


Maafkan aku,
Aku mencintaimu
Namun, bundaku berkata lain
Aku tak bisa membantah perintah bundaku lagi
Kau, adalah perempuan yang sangat kucintai
Aku ingin kau bahagia bersama lelaki lain ra
Kamu jangan pernah lupa untuk selalu melihat senja
Kau tau apa yang paling menyakitkan?
Saat dua orang yang saling mencintai dipaksa untuk berpisah
Kumohon,
Kau harus bahagia
Berjanjilah
Kamu harus selalu ingat, jadilah seperti senja yang hangat dan kuat meskipun pada kenyataannya ia rapuh dan perasa.
Aku mencintaimu, Zara.


Adit



Air mata mengalir deras membasahi pipiku.
Adit pergi, meninggalkan sejuta kenangan
Aku mencintaimu, Adit.
Pun jika memang pada akhirnya kau tak bisa bersamaku
Aku akan tetap mencintaimu
Kau tau dit?
Bahkan ini lebih buruk dari sekedar 'patah hati'
Kisah ini seperti kisah perwayangan
Yang jalan ceritanya diatur oleh skenario
Kau dan dia adalah peran utama yang selalu muncul, berjalan dengan gagah
Sedangkan aku hanyalah peran figuran yang hanya muncul sesekali
Aku hanyalah peran figuran yang naif
Sejujurnya,
Ini bukan urusanmu denganku
Tapi ini urusanku dengan hatiku
Berbahagialah dit
Tetaplah menjadi sehangat senja

Aku mencintai senja
Aku mencintai Adit.
Adit dan senja
Keduanya adalah kebahagiaan terbesarku:)



-Tamat-

You Might Also Like

0 komentar: